a.
Definisi
Beton Pracetak
Sistem beton
pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era ini.
Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di
permukaan tanah (pabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi) untuk disusun
menjadi suatu struktur utuh (ereksi). (Ikbal Batubara, 2012).
Menurut Wulfram
I. Ervianto, 2006 untuk penggunaan beton precast pada konstruksi bangunan,
efisisiensi penggunaan beton precast dibandingan dengan konvesional dari segi
aspek biaya mampu mereduksi biaya hingga 10%, sedangkan dari segi aspek waktu
mampu mereduksi waktu konstruksi sampai 50% dan kualitas mutu beton yang lebih
baik dibandingkan dengan metode konvesional.
Indonesia
telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok
jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. Sistem pracetak semakin
berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column
Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997),
Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka
(1999) dan sistem T-Cap (2000). 2 Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di
Indonesia, baik yang sistem dikembangan didalam negeri maupun didatangkan dari
luar negeri. (Ikbal Batubara, 2012).
Perkembangan
ini didukung oleh perusahaan spesialis beton precast yang memproduksi dan
mensuplainya. Seiring dengan persaingan yang semakin kompetitif, maka
perusahaan akan menetapkan suatu standarisasi mutu secara keseluruhan yang
mampu menghasilkan produk yang kualitasnya dapat memuaskan konsumen. Salah satu
perusahaan spesialis beton precast adalah PT. WIKA Beton yang menerapkan sistem
manajemen mutu ISO 9001:2008 sebagai standar produk beton precast yang
diproduksinya.
Salah
satu standar mutu yang telah diakui banyak kalangan bisnis adalah standar ISO
9001:2008. Sertifikat ISO 9001:2008 merupakan sertifikat yang menandakan bahwa
perusahaan telah dinilai dan hasilnya telah memenuhi persyaratan-persyaratan
yang sesuai dengan standar dari ISO. ISO 9001:2008 tidak hanya merupakan
jaminan tentang produk, tetapi juga terhadap seluruh proses produksinya mulai
dari pemilihan bahan baku, sumber daya manusia, pengelolahan, peralatan sampai
dengan pembuangan limbah industri (Reko Handoyo, 2012).
Berangkat
dari uraian di atas, dengan semakin meningkatnya pembangunan konstruksi yang
menggunakan beton precast maka perusahaan beton precast akan memastikan mutu
produknya sebagai jaminan bahwa beton pracetak memiliki kualitas beton yang
lebih baik dari pada produk beton yang menggunakan metode cast in place,
sehingga dapat memuaskan konsumen. 3 Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan
penelitian tentang penerapan manajemen mutu terhadap ISO 9001:2008 “klausul 7.
Tentang Realisasi Produk” dan “klausul 8. Tentang Pengukuran, Analisisi dan
Perbaikan”, yang secara langsung berkaitan dengan manajemen mutu produk, serta
pengadaan materia pokok sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi
produk beton precast di PT. WIKA Beton.
Beton Pracetak dibuat dibawah pengawasan pabrik/factory,
dan dipasang /install kelapangan/site setelah beton cukup umur.
• Beton pracetak
dapat diberi tulangan ataupun prategang
• Kondisi sekarang
sebagian besar bangunan memakai sistem pracetak ; high-rise building, jembatan,
stadion, apartemen, etc.
Gambar 1. Beton Pracetak |
• Perumahan.
• Bangunan parkir.
• Bangunan apartemen.
• Jembatan.
• Bangunan perkantoran.
• Jetty.
• Bangunan industri.
• Bangunan lainnya.
c. Perbedaan dengan Beton Konvensional
• Beton konvensional / cast-in-site dibuat dengan cara tradisional
dilapangan dan atau ready-mix
• Memerlukan perancah/formwork sa’at pengecoran dilakukan
• Memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak
• Produk
beton pracetak dibuat secara massal dan berulang (repetitif) ; rel KA,
panel dinding, panel pelat, balok lintel.Gambar 2. Beton Konvensional |
d.
Proses Pracetak
• Moulding/membuat cetakan ; pabrik beton pracetak biasanya
telah memiliki workshop/bengkel khusus untuk membuat dan maintenance cetakan,
tempat merakit tulangan (bar-catching) dan sambungan.
Gambar 3. Pembuatan Cetakan |
• Reinforcing ; tulangan yang telah dirakit ditempatkan
kedalam cetakan.
Gambar 4. Pembesian |
• Concreting
; biasanya dipabrik
tersedia concrete batching plant, yang memiliki kontrol kualitas secara
komputer.
Gambar 5. Pembetonan |
• Compaction; memakai external vibrator dengan high-fruequency.
Gambar 6. Pemadatan |
• Curing
; steam curing,
convensional of curing. Pada elemen-elemen beton yang besar steam curing diberikan kedalam beton dengan cara diselubungi. Suhu 60-700𝐶 selama 2-3 jam.
Gambar 7. Perawatan Beton |
• Handling;
pasca umur beton memenuhi, unit beton pracetak dipindahkan ke storage/gudang,
disusun secara vertikal dan diberi bantalan antar unit pracetak.
Gambar 8. Penyusunan ditempat Penyimpanan |
• Kirim kelapangan ;
Transportasi unit pracetak.
Gambar 9. Pengangkutan ke Lapangan |
• Install
/erection;
memasang unit pracetak pada struktur, memasang joint (cast-in-site)
Gambar 10. Pemasangan Beton Pracetak di Proyek |
e. Keuntungan memakai Struktur Pracetak
• Kualitas produk lebih baik; karena dibuat dengan kontrol yang ketat (in-factory); penampang lebih standar, biasanya mutu tinggi digunakan pada beton pracetak prategang.
• Waktu Pelaksanaan Konstruksi lebih cepat; dilakukan secara pararel factory-in site.
• Biaya lebih ekonomis ; produk massal dan repetitif; pemakaian tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan produksi, penggunaan perancah/scafolding tidak perlu
• Kualitas produk lebih baik; karena dibuat dengan kontrol yang ketat (in-factory); penampang lebih standar, biasanya mutu tinggi digunakan pada beton pracetak prategang.
• Waktu Pelaksanaan Konstruksi lebih cepat; dilakukan secara pararel factory-in site.
• Biaya lebih ekonomis ; produk massal dan repetitif; pemakaian tenaga kerja disesuaikan dengan kebutuhan produksi, penggunaan perancah/scafolding tidak perlu
• Penyelesaian finishing mudah ; Variasi untuk finishing permukaan struktur
pracetak dilakukan saat pembuatan komponen ; termasuk coating untuk
attack-hazard seperti korosif, kedap suara.
• Cocok untuk lahan yang terbatas/tidak luas,
mengurangi kebisingan,lebih bersih &ramah lingkungan
f. Kelemahan
memakai Struktur Pracetak
• Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang
jumlahnya sedikit.
• Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar
antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan
dalam pemasangan di lapangan.
• Panjang dan bentuk elemen pracetak yang
terbatas,
sesuai dengan kapasitas alat angkat dan alat angkut.
• Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah
antara 150 sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya.
Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai diatas
1000 km.
• Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah
tersedia peralatan untuk handling dan erection.
• Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan kekuatan besar, konstruksi beton
pracetak cukup berbahaya terutama pada daerah sambungan, sehingga
masalah sambungan merupakan persoalan yang utama yang dihadapi pada perencanaan
beton pracetak.
• Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja
dalam mengerjakan sambungan pada beton pracetak.
• Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi
dan penimbunan (stock yard)
• Memerlukan perhatian yang lebih besar terhadap safety
g. Kendala & Permasalahan Beton Pracetak
• Yang menjadi
perhatian utama dalam perencanaan komponen beton pracetak seperti pelat lantai, balok, kolom dan
dinding adalah
sambungan.
• Selain berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang bekerja, sambungan
juga harus berfungsi
menyatukan masing-masing komponen beton pracetak tersebut menjadi satu kesatuan
yang monolit sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur bangunannya .
h. Type Struktur Pracetak
• Structural frame ; pelat, balok dan kolom digunakan untuk
pembangunan kantor, gedung parkir, retail
• The cross-wall frame ; lantai, pelat, dinding kaku, digunakan
pada bangunan hotel, sekolah, rumah-sakit.
i. Standarisasi Komponen Pracetak
• Factory precast telah membuat standarisasi komponen pracetak pada
penampang-penampang yang paling diminati
• Mould/cetakan telah dibuat secara standar, tetapi perubahan penampang
tidak dapat dihindari untuk memenuhi keinginan user; variasi bentuk dan dimensi
• Perubahan dimensi mould memiliki konsekuensi penambahan biaya produksi ;
assesoris mould
• Jumlah
produksi komponen berpengaruh terhadap indeks biaya produksi (yang baik CI = 1,
dimana N = 10)
Gambar 11. Komponen Balok |
Gambar 12. Komponen Pelat |
Gambar 13. Join Kolom ke Kolom |
Gambar 14. Join Kolom ke Balok |
Gambar 15. Join Balok ke Pelat |
DAFTAR PUSTAKA
• Adhimix Precast Indonesia.
2001.Sistem Adhi CBS. Jakarta: IAAI
• Asroni,H.Ali. 2010. Balok dan
Pelat Beton Bertulang. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
• Badan Standardisasi Nasional.
2002. Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung.
• Badan Standardisasi Nasional.
2002. Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung SNI-1726-2002.
• Badan Standardisasi Nasional.
2002. Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk
Bangunan Gedung SNI-1729-2002.
• Departemen Pekerjaan Umum. 1991.
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SKSNI T-15-1991-03.
• Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
Provinsi Jawa Tengah. 2010. Harga Satuan Pekerjaan Bahan dan Upah Pekerjaan
Konstruksi Provinsi jawa Tengah.
• Gibb,A.G.F. 1999.Off-Site
fabrication. John Wiley and Son. New York. USA dalam Abduh, M. 2007. Inovasi
Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesa :Sebuah Analisa Rantai Nilai.
Seminar dan Pameran HAKI 2007.
• KH, Sunggono.1995. Buku Teknik
Sipil. Bandung: Penerbit Nova
• Sijabat, HR , dan Nurjaman, HN.
2007. Sistem Bangunan Pracetak untuk Rumah Susun dan Rumah Sehat Sedehana.
Pelatihan dan Sertifikasi Pengawas Pekerjaan Bangunan Rumah Susun yang
Menggunakan Komponen dan Sistem Pracetak, Pusat Pengembangan Perumahan
Kementerian Negara Perumahan Rakyat. dalam Abduh, M. 2007. Inovasi Teknologi
dan Sistem Beton Pracetak di Indonesa :Sebuah Analisa Rantai Nilai. Seminar dan
Pameran HAKI 2007.
• Tim Penyusun. 1999. Struktur
Beton. Semarang: Badan Penerbit Universitas Semarang. PERENCANAAN STRUKTUR
GEDUNG BPS PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN BETON PRACETAK
• Tim penyusun. 2010. Perhitungan
Pondasi. Semarang: Laboratorium Komputasi sipil UNDIP.
• Vis,W.C dan Kusuma,Gideon H.
1993. Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
• Vis,W.C dan Kusuma,Gideon H.
1997. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
• Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan. 1984. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar